Senin, April 07, 2008

REFRIGERASI EFEK MAGNETOKALORIK

Efek magnetokalorik, yang merupakan sifat intrinsik seluruh material magnetik, menyebabkan material yang bersifat magnetik akan membuang panas dan tingkat entropi magnetiknya turun pada saat dikenai medan magnet secara isotermal. Efek yang berkebalikan akan terjadi manakala medan magnet dihilangkan. Dengan demikian, efek magnetokalorik ini bisa digunakan untuk mendinginkan suatu zat. Prinsip ini telah digunakan dalam refrigerasi kriogenik sejak tahun 1930-an (Yu dkk., 2003). Refrigerasi magnetik dipandang sebagai teknologi hijau (green technology) yang memiliki potensi untuk menggantikan siklus konvensional kompresi uap. Efisiensi refrigerasi magnetik bisa mencapai 30 - 60% terhadap siklus Carnot, sedangkan siklus kompresi uap hanya mencapai 5 - 10% terhadap siklus Carnot (Yu dkk., 2003). Oleh karena itu, refrigerasi magnetik diperkirakan memiliki potensi yang bagus di masa mendatang.

Siklus dasar refrigerasi magnetik adalah siklus Carnot magnetik, siklus Stirling magnetik, siklus Ericcson magnetik, dan siklus Brayton magnetik. Mekanisme kerja siklus refrigerasi magnetik, misalnya siklus Ericcson magnetik, dijelaskan di bawah ini (lihat juga Gambar 6).
1.Proses magnetisasi isothermal (A-B). Pada saat terjadi kenaikan medan magnet (dari H0 ke H1), panas dipindahkan dari refrigeran magnetik ke fluida regenerator untuk menjaga refrigeran dalam keadaan isotermal. Note: yang dimaksud dengan refrigeran adalah material magnetik itu sendiri.
2.Proses pendinginan pada medan-konstan (B-C). Pada keadaan medan magnet konstan (H1), panas dipindahkan dari refrigeran magnetik ke fluida regenerator.
3.Proses demagnetisasi isotermal (C-D). Pada saat medan magnet diturunkan (dari H1 ke H0), panas diserap dari fluida regenerator ke refrigeran magnetik untuk menjaga kondisi isotermal pada refrigeran.
4.Proses pemanasan pada medan-konstan (D-A). Temperatur akhir refrigeran magnetik kembali ke kondisi semula (A).

Diagram siklus Ericcson magnetik.
Pada gambar tersebut, S dan T masing-masing adalah entropi dan temperatur
.


Beberapa peneliti mengeksplorasi kemungkinan penggunaan refrigerasi magnetik sebagai pengganti sistem refrigerasi konvensional. Pada 1976, di Lewis Research Center of American National Aeronautics and Space Administration, Brown menggunakan logam tanah jarang (rare-earth metal) gadolinium (Gd) sebagai refrigeran magnetik untuk refrigerasi pada temperatur ruang (Yu dkk., 2003). Dengan menambahkan berbagai variasi silika dan germanium ke latis (lattice) kristal gadolinium, Vitalij Pecharsky dan Karl Gschneidner dari the Ames Laboratory di Iowa State University menemukan jenis material baru yang bisa mendinginkan dua hingga enam kali lebih banyak dalam siklus magnetik tunggal, yang berarti bahwa mesin refrigerasi ini bisa menggunakan medan magnet yang lebih lemah atau material yang lebih kecil (Glanz, 1998).

Dengan memadukan refrigeran magnetik Gd5Ge2Si2 dan sejumlah kecil besi, Provenzano dkk. (2004) melaporkan bahwa mereka bisa mengurangi kehilangan histerisis (yang menyebabkan refrigeran magnetik kurang efisien) hingga 90%. Selain menggunakan paduan berbasiskan gadolinium, Tegus dkk. (2002) menggunakan refrigeran magnetik berbasiskan logam transisi, MnFeP0.45,As0.55, untuk refrigerasi pada temperatur ruang dengan hasil refrigerasi yang secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan Gd5Ge2Si2. Namun demikian, saat ini pengembangan refrigerasi magnetik pada temperatur ruang masih belum matang. Yu dkk. (2003) menekankan bahwa kesulitan utama dalam pengembangan refrigerasi magnetik adalah: (1) Diperlukannya material magnetik dengan efek magnetokalorik yang besar, (2) Diperlukannya medan magnet yang kuat, dan (3) Diperlukannya sifat regenerasi dan perpindahan panas yang istimewa.

Tidak ada komentar:

WELCOME TO REFAC BLOG

Blognya orang-orang REFAC (Refrigerasi & Air Conditioning)

refac

refac
refac aplication